lensapion – Tim hukum pasangan calon nomor urut 1, Ridwan Kamil (RK)-Suswono, mengajukan pengaduan resmi terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Mereka menilai KPU DKI Jakarta tidak profesional dalam mendistribusikan undangan memilih pada Pilkada 27 November lalu, sehingga diduga melanggar kode etik penyelenggaraan pemilu.
Muslim Jaya Butar Butar, perwakilan tim hukum RK-Suswono, menyatakan bahwa laporan tersebut merujuk pada Peraturan DKPP Nomor 2 Tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu.
Ia menuding KPU DKI Jakarta, termasuk KPU Jakarta Timur, telah mengabaikan beberapa poin penting dalam peraturan tersebut, khususnya terkait kewajiban memberikan pelayanan optimal kepada pemilih.
“Benar kami tim hukum membuat pengaduan ke DKPP terhadap KPUD DKI Jakarta dan KPUD Jakarta Timur atas dugaan melakukan pelanggaran kode etik penyelenggaraan pemilu, khususnya Pasal 6 dan Pasal 15 huruf b, c, d, e dan f Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu,” ujar Muslim kepada wartawan pada Kamis (5/12/2024).
Muslim menjelaskan, laporan ini dipicu oleh temuan tim mereka mengenai banyak warga Jakarta yang tidak menerima formulir C6 (undangan mencoblos), meskipun terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT), memiliki KTP, dan berada di rumah pada hari pemilihan.
Tim RK-Suswono bahkan melakukan pengecekan langsung di lapangan untuk memastikan kebenaran temuan tersebut.
“Ternyata memang banyak warga Jakarta yang tidak mendapatkan C6 undangan padahal terdaftar di DPT, punya KTP dan tidak ke mana-mana pada saat pencoblosan alias berada di rumahnya,” ungkap Muslim.
Ia juga menekankan bahwa aturan DKPP mewajibkan penyelenggara pemilu untuk menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih.
Kegagalan dalam mendistribusikan undangan memilih dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip tersebut dan berpotensi merugikan hak warga untuk memilih.
“Peraturan DKPP Nomor 2 tahun 2017 tentang kode etik dan pedoman perilaku penyelenggara pemilu mengatakan penyelenggara pemilu wajib menjamin kualitas pelayanan kepada pemilih. Apabila ada warga Jakarta yang kehilangan hak pilihnya dalam pilkada hanya gara-gara tidak mendapatkan C6 apakah ini bukan bentuk kegagalan penyelenggara pemilu menjamin pelayanan yang baik kepada pemilih,” tambah Muslim.
Selain itu, Muslim mengaitkan permasalahan distribusi C6 dengan rendahnya tingkat partisipasi pemilih di Pilkada DKI Jakarta.
Ia mencatat bahwa Jakarta mencatat tingkat kehadiran pemilih terendah di Indonesia, dengan sekitar 45% warga yang tidak menggunakan hak pilihnya.
Bahkan, menurut sampling di beberapa TPS di Jakarta Timur, tingkat kehadiran hanya mencapai sekitar 30%.
“Apakah ini ada korelasinya dengan tidak terdistribusinya C6 undangan mencoblos tanggal 27 November di TPS? Tentu ini ada korelasinya,” jelas Muslim.
Pengaduan ini menggarisbawahi pentingnya profesionalisme penyelenggara pemilu dalam memastikan setiap warga negara dapat menggunakan hak pilihnya.
DKPP diharapkan dapat mengusut tuntas laporan ini demi menjaga integritas dan kepercayaan publik terhadap proses pemilu di Indonesia.