LENSAPION – Para petani cabai rawit di Desa Manis Kidul, Kecamatan Jalaksana, Kabupaten Kuningan, Jawa Barat, merasakan berkah yang luar biasa pada pertengahan Januari 2025.
Harga cabai yang melonjak drastis hingga Rp 60.000 per kilogram memberikan angin segar bagi mereka setelah menghadapi periode sulit sebelumnya.
Lonjakan harga ini sangat signifikan dibandingkan awal Desember 2024, ketika harga cabai hanya berada di angka Rp 7.000 per kilogram.
Kondisi ini membuat banyak petani, yang sebelumnya mengalami kerugian besar, kini dapat menutup kerugian tersebut bahkan melunasi utang yang sempat menumpuk.
Momentum Panen yang Menguntungkan
Pada Rabu pagi, para petani terlihat sibuk memanen cabai rawit hijau di ladang mereka. Cabai-cabai yang sudah matang dipetik dengan tangan secara manual, kemudian dikumpulkan dalam karung untuk dijual ke bandar.
Salah seorang petani, Irianto, menjelaskan bahwa panen ini merupakan puncak dari upaya keras mereka selama beberapa bulan terakhir.
Irianto, yang memiliki lahan sekitar 500 meter persegi, memulai panen cabai sejak awal Desember 2024. Sayangnya, panen pertama dan kedua tidak membuahkan hasil yang memadai.
Saat itu, harga cabai di tingkat petani hanya berkisar antara Rp 5.000 hingga Rp 7.000 per kilogram. Dengan harga serendah itu, mereka kesulitan menutupi biaya produksi dan upah para pekerja. Beberapa petani bahkan harus meminjam uang untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Namun, situasi berubah drastis pada panen ketiga. Harga cabai yang semula rendah, melonjak tinggi dalam beberapa hari terakhir. Pada 13-15 Januari 2025, cabai rawit hijau hasil panen mereka dihargai hingga Rp 60.000 per kilogram oleh bandar.
Menurut Irianto, keuntungan dari panen kali ini sangat membantu untuk melunasi utang dan menutup kerugian dari panen sebelumnya.
Faktor Pendukung Lonjakan Harga
Lonjakan harga cabai ini tidak terlepas dari kondisi cuaca yang kurang bersahabat di beberapa daerah penghasil cabai utama, seperti Jawa Tengah dan Jawa Timur, hingga membuat gagal panen.
Curah hujan yang tinggi menyebabkan banjir di sejumlah wilayah, sehingga banyak lahan pertanian cabai terendam dan hasil panen membusuk. Sebaliknya, area pertanian di Kabupaten Kuningan relatif aman dari dampak banjir karena lokasinya yang berada di dataran tinggi.
“Alhamdulillah, wilayah kami lebih terlindungi dari banjir. Kondisi tanah yang menurun membuat air tidak menggenang di ladang, jadi cabai tetap bisa tumbuh dengan baik,” ujar Irianto.
Faktor lain yang turut mendukung kenaikan harga adalah tingginya permintaan di pasar. Cabai rawit hijau dari Kuningan yang berkualitas tinggi diminati oleh pedagang dari berbagai daerah.
Setelah dibeli dari petani dengan harga Rp 60.000 per kilogram, cabai tersebut dapat dijual di pasar dengan harga hingga Rp 100.000 per kilogram.
Harapan Petani untuk Keberlanjutan
Meskipun sedang menikmati keuntungan, para petani tetap berharap agar harga cabai dapat stabil di masa mendatang. Fluktuasi harga yang terlalu tajam menjadi tantangan tersendiri bagi mereka.
Ketika harga turun drastis, seperti yang terjadi pada akhir tahun lalu, banyak petani mengalami kesulitan besar.
Irianto menyampaikan, selain bergantung pada cuaca, stabilitas harga juga dipengaruhi oleh kebijakan distribusi dan pengelolaan stok di tingkat nasional.
Ia berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap kebutuhan petani, termasuk penyediaan subsidi pupuk dan fasilitas irigasi yang memadai.
“Kami berharap ada kebijakan yang mendukung petani agar tidak terlalu dirugikan saat harga turun. Kalau harga stabil, kami tidak perlu khawatir lagi tentang biaya produksi dan kebutuhan hidup,” tambahnya.
Pelajaran dari Masa Sulit
Pengalaman menghadapi fluktuasi harga yang ekstrem memberikan pelajaran berharga bagi para petani di Desa Manis Kidul. Mereka kini lebih berhati-hati dalam mengelola hasil panen dan keuangan.
Beberapa petani mulai mempertimbangkan untuk menyisihkan sebagian keuntungan sebagai dana cadangan guna menghadapi situasi tak terduga di masa depan.
Selain itu, ada rencana untuk meningkatkan kualitas hasil pertanian mereka melalui penggunaan teknologi modern dan pelatihan yang difasilitasi oleh pemerintah daerah.
Dengan demikian, mereka berharap dapat bersaing di pasar yang semakin kompetitif sekaligus meningkatkan kesejahteraan mereka secara berkelanjutan.
Dengan harga cabai yang kini mencapai titik tertinggi, petani di Kuningan merasa lebih optimis menyongsong masa depan. Mereka berharap kondisi ini dapat bertahan cukup lama agar manfaatnya dirasakan lebih luas oleh seluruh komunitas petani di daerah tersebut.
Situasi di Desa Manis Kidul menjadi bukti nyata bahwa meskipun tantangan dalam sektor pertanian tidak pernah mudah, kerja keras dan keberuntungan yang berpihak pada waktu yang tepat dapat membawa perubahan besar bagi kehidupan para petani.
Kini, mereka dapat melangkah dengan lebih percaya diri, mempersiapkan diri untuk musim tanam berikutnya, dan berharap hasil yang lebih baik di masa depan.