LENSAPION – Pihak Kepolisian Resor (Polres) Kuningan, Jawa Barat, telah menangkap seorang pimpinan pondok pesantren (ponpes) yang diduga terlibat dalam tindakan pelecehan seksual terhadap sejumlah santriwati.
Pelaku, berinisial AK, berhasil ditangkap setelah salah satu orang tua korban melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib.
Menurut Kasat Reskrim Polres Kuningan, AKP I Putu Ika Prabawa, modus operandi yang digunakan tersangka melibatkan tindakan pelecehan di tempat yang relatif tersembunyi seperti dapur atau ruangan tertentu di ponpes.
Putu Ika menjelaskan, tersangka melakukan aksinya ketika santri lain sedang sibuk dengan kegiatan belajar mengajar di ruang berbeda. Setelah itu, pelaku mengancam korban untuk merahasiakan perbuatannya.
Pelecehan Berlangsung Selama Dua Tahun
Hasil penyelidikan menunjukkan bahwa tindakan bejat tersebut berlangsung sejak tahun 2022 hingga 2024. Selama kurun waktu tersebut, sebanyak 10 santriwati di bawah umur menjadi korban pelecehan seksual oleh tersangka.
Kasus ini semakin mempertegas urgensi perlindungan terhadap anak-anak di lingkungan pendidikan, terutama di institusi berbasis keagamaan.
Saat ini, AK telah ditahan di Mapolres Kuningan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia dikenakan Pasal 82 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
Ancaman hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan kepada tersangka adalah 15 tahun penjara.
Ponpes Ternyata Beroperasi Tanpa Izin
Terkait dengan kasus ini, Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kuningan, Ahmad Handiman Romdony, menyampaikan bahwa pihaknya telah melakukan inspeksi langsung ke lokasi ponpes yang dipimpin AK.
Hasilnya, diketahui bahwa pondok pesantren tersebut, bernama Riyadul Awamil An Nawawi, di Desa Ciputat, Kec. Ciawigebang, tersebut tidak memiliki izin resmi untuk beroperasi.
Ahmad mengungkapkan, Kemenag telah memastikan bahwa pondok pesantren tersebut ilegal, tidak terdaftar sebagai lembaga resmi, dan tidak memenuhi syarat administrasi untuk menjalankan kegiatan pendidikan pondok pesantren.
Dampak Sosial dan Pentingnya Pengawasan
Kasus ini menjadi pengingat pentingnya pengawasan ketat terhadap lembaga pendidikan, terutama yang melibatkan anak-anak.
Keberadaan pesantren atau lembaga serupa harus disertai dengan izin operasional yang sah, serta pengawasan dari pihak berwenang untuk memastikan keamanan peserta didik.
Disinyalir, lemahnya pengawasan terhadap institusi pendidikan nonformal seperti pondok pesantren menjadi celah bagi pelaku kejahatan untuk melakukan tindakan yang merugikan.
Kementerian Agama dan dinas terkait diharapkan dapat meningkatkan upaya pendataan dan pengawasan agar kejadian serupa tidak terulang.
Kasus ini juga menyoroti pentingnya keberanian korban dan keluarga untuk melapor jika terjadi tindakan pelecehan.
Dengan langkah tegas dari aparat dan dukungan dari masyarakat, diharapkan keadilan dapat ditegakkan, dan lingkungan pendidikan yang aman bagi anak-anak dapat tercipta.